Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Penanggulangan Bencana (PB) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tahun 2023 telah digelar di Jakarta International Expo (JiExpo) Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis dan Jumat (2-3/2). Berbeda dari dua tahun sebelumnya, Rakornas PB tahun 2023 ini dihadiri secara langsung oleh lebih dari empat ribu pasang mata mulai dari sejumlah menteri Kabinet Indonesia Maju, Kapolri, Panglima TNI, para duta besar perwakilan delegasi luar negeri, para gubernur, kapolda, pangdam, bupati/wali kota, dandim/kapolres, jajaran Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) baik provinsi maupun kabupaten/kota dan relawan PB seluruh Tanah Air. Pertemuan akbar tahunan bagi para pegiat penanggulangan bencana itu dibuka secara resmi oleh Presiden RI Joko Widodo. Dalam agenda tersebut, Presiden memberikan tujuh butir arahan yang meliputi; kesiapsiagaan dan kewaspadaan masyarakat harus diprioritaskan, pengelolaan tata ruang dan perizinan pembangunan harus berbasis mitigasi bencana, identifikasi risiko bencana di daerah masing-masing, penyediaan anggaran daerah untuk penanggulangan bencana, penggunaan dana bersama untuk masyarakat, penyederhanaan aturan dalam penyelamatan masyarakat dan kontrol ketat penyelenggaraan penanggulangan bencana.
Di akhir kehadiran Presiden RI tersebut juga menyempatkan kunjungan ke lokasi pameran kebencanaan yang berada di Hall C1 Jakarta International Expo. Dalam kesempatan ini, Perwakilan Umat Buddha Indonesia (WALUBI) sebagai lembaga keagamaan dan sosial juga turut mengikuti kegiatan tersebut dengan mengadakan pameran foto-foto kegiatan kemanusaan yang selama ini telah dilaksanakan oleh Perwakilan Umat Buddha Indonesia, diantaranya foto-foto kegiatan kemanusiaan saat bencana Tsunami Aceh tahun 2004, foto kegiatan gempa Yogyakarta, Gempa Pariaman-Padang, Gempa Tasik dan lain sebagainya.
Tujuh Butir Arahan Presiden
Sebagai bentuk upaya meminimalisir dampak bencana dalam skala nasional, Presiden Joko Widodo memberikan butir-butir arahan kepada seluruh komponen pemerintah, baik pusat maupun daerah dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Penanggulangan Bencana (PB) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tahun 2023 yang diselenggarakan di Jakarta International Expo (JiExpo) Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis dan Jumat (2-3/2).
Adapun arahan yang pertama, Presiden meminta agar sistem peringatan dini dapat dimaksimalkan dan sampai diterima oleh masyarakat sebelum terjadinya bencana. Sehingga melalui peringatan dini yang baik, masyarakat dapat mengetahui dan mengambil tindakan cepat dalam antisipasi bencana.
Menurut Presiden, sistem peringatan dini adalah hal yang paling penting dalam penanggulangan bencana. Namun Presiden masih melihat bahwa hal itu masih sering terlambat.
“Yang pertama, penting itu peringatan dini sering masih kita terlambat,” kata Presiden.
Kedua, Presiden mengatakan bahwa edukasi dan pelatihan bagi masyarakat untuk mengantisipasi potensi bencana harus dilakukan. Sebagai negara yang dilalui dua lempeng aktif dan berada pada zona khatulistiwa beriklim tropis membuat Indonesia memiliki tingkat kerawanan bencana yang sangat tinggi.
Skenario-skenario penyelamatan dan evakuasi diri bagi masyarakat menurut Presiden menjadi hal yang harus diketahui bersama. Mantan Wali Kota Surakarta itu tidak ingin upaya-upaya yang seharusnya dilakukan pada saat pra-bencana seperti itu justru dilupakan.
“Yang kedua mengedukasi masyarakat latihan dan lain-lain harus dilakukan. Skenario harus juga disiapkan pas terjadinya gunung berapi lari nya kemana, kalo pas ada gempa bumi lari nya kemana, seperti ini secara detail yang sering kita abaikan,” jelas Presiden.
“Pas ada bencana nya kita pontang-panting begitu sudah rampung ya rampung, lupa bahwa yang namanya pra bencana itu lebih penting mengedukasi masyarakat, memberikan pelatihan pada masyarakat itu jauh lebih penting. Ketika masyarakat tahu kemana akan lari, kemana akan berlindung,” imbuhnya.
Berikutnya yang ketiga, Kepala Negara mengingatkan agar tata ruang dan konstruksi bangunan maupun lokasinya diperhitungkan dengan matang dan mencakup aspek ketahanan dari potensi risiko bencana. Dalam hal ini Presiden menitikberatkan urusan tersebut pada komponen yang terkait, baik Dinas Pekerjaan Umum Daerah maupun Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan unsur lainnya agar selalu berkoordinasi dalam pengelolaan tata ruang.
“Yang ketiga yang berkaitan dengan tata ruang dan konstruksi di dinas-dinas utamanya Dinas PU daerah, BAPPEDA harus betul-betul menyiapkan jangan sampai terjadi karena itu selalu berulang,” kata Presiden.
“Kemudian juga, dinas yang berkaitan dengan ijin agar dimulai kita tuh kan sudah punya peta dimana yang terjadi erupsi gunung berapi, dimana yang sering terjadi gempa kita tahu semuanya,” imbuhnya.
Selanjutnya, Kepala Negara juga meminta agar penyesuaian anggaran dalam penanggulangan bencana dapat disiapkan dan ditingkatkan. Khususnya bagi pemerintah daerah, Presiden meminta agar memasukkan risiko bencana dalam rencana pembangunan dan investasinya.
Menurut Presiden, setiap pemerintah daerah sudah seharusnya memiliki tata kelola anggaran untuk penanggulangan bencana. Sehingga apabila terjadi bencana, pemerintah daerah sudah siap dan tidak terlalu menggantungkan kepada pemerintah pusat.
“Yang lebih penting lagi siapkan anggarannya,” kata Presiden.
“Daerah itu harus memasukkan resiko bencana dalam rencana pembangunannya dalam rencana investasinya ada perencanaanya sehingga jelas dimana tempat yang boleh dibangun dan tempat yang mana gak boleh dibangun,” lanjut Presiden.
Adapun arahan yang berikutnya, Kepala Negara berpesan agar penggunaan dana bencana dapat diprioritaskan untuk masyarakat. Dalam konsep penanggulangan bencana, pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat harus diutamakan. Sebab, keselamatan masyarakat menjadi hukum yang tertinggi.
“Dana bencana itu penting sekali gunakan sebesar-besarnya untuk masyarakat terutama masyarakat kecil,” kata Presiden.
Berikutnya, Presiden meminta agar pemangku kebijakan baik pusat maupun daerah dapat menyederhanakan aturan untuk mempercepat pelayanan kepada masyarakat. Kepala Negara masih melihat beberapa hal yang berkaitan langsung dengan masyarakat masih berbelit-belit.
Lebih lanjut, Kepala Negara mengingatkan bahwa dengan adanya aturan yang ruwet justru dapat berdampak pada penderitaan masyarakat yang lebih lama lagi. Presiden tidak ingin masyarakat terkatung-katung jika aturan tidak dibuat sederhana.
“Sederhanakan yang namanya aturan-aturan,” pinta Presiden.
“Sederhanakan buat yang paling simple sehingga uang atau bantuan itu segera bisa masuk ke masyarakat,” lanjutnya.
Adapun arahan yang terakhir, Presiden meminta agar seluruh pelaksanaan penanggulangan bencana di lapangan selalu dikontrol. Tidak hanya dalam pelaksanaan anggaran, namun juga bagaimana seluruh sistem mulai dari pra bencana, tanggap darurat hingga pascabencana dapat dimonitor dengan baik sehingga tidak timbul permasalahan di kemudian hari.
“Tapi dikontrol betul, management controlling harus dilakukan ini hampir terjadi di setiap bencana dan kita ulang-ulang,” pungkas Presiden.
(disarikan dari Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB)